Friday, January 30, 2009

Bertambahnya Kenangan Pahit di Angkot...

Hari ini merupakan hari ke-4 semenjak diberlakukannya turunnya tarif angkutan umum (bus, mikrolet, dsb) sebesar Rp 500,- pada 27 Januari lalu. Namun, rasanya kenikmatan ini tidak dapat dirasakan oleh seluruh pengguna jasa angkutan umum. Hanyalah orang-orang yang berani dapat merasakannya, termasuk saya...hehehe... Mengapa? Setidaknya, tarif angkutan umum yang saya naiki dari rumah saya - Terminal Kp. Melayu, para supir angkutan umum masih mengenakan tarif lama, yakni Rp 2500,- untuk trayek saya sendiri.

Pada hari pertama, ketika berangkat saya masih menggunakan tarif lama walaupun sebelumnya saya sudah mengetahui kabar penurunan tarif itu, tapi itu pun masih setengah percaya karena sumbernya gak jelas. Setiba di kampus, saya segera mengecek kembali kebenaran isu tersebut dan memang ternyata benar. Akhirnya, ketika pulang menuju rumah saya bertekad untuk membayar sesuai dengan kewajiban saya, yakni Rp 2000. Ketika akan membayar angkot, kebetulan sekali uang saya sepuluh ribuan. Pertama kali, saya berprasangka baik dahulu kepada supir angkot dengan mengasumsikan dia sudah mengetahui kabar tarif angkutan umum yang baru ini. Namun, ketika saya memberikan lembar sepuluh ribuan tersebut, dia hanya mengembalikan uang sebesar Rp 7500,-. Dalam hati saya bergumam, "Kurang gopek nih bang!!!". Lalu, langsung saja dengan lagak seperti preman (halah!!!) saya bilang ke abang tersebut, "Bang, kan udah turun gopek!!!". Beberapa kali saya ulang pernyataan tersebut karena abangnya sepertinya budeg terlihat dengan lagaknya dari kasat mata saya. Walhasil, dikasih juga deh koin Rp 500,- hak saya.

Pada hari kedua, saya masih ingin melihat apakah sudah ada perubahan atau tidak mengenai tarif angkutan umum di tengah masyarakat. Ketika berangkat, Alhamdulillah saya punya duit pas jadi langsung saja bayar Rp 2000 kepada abang supirnya. Tidak terdengar caci makian yang keluar dari abang supir tersebut kepada saya. Artinya, dia sendiri sudah mengetahui kabar penurunan tarif ini. Tapi, tetap saja yang lainnya pada bayar pakai tarif lama. Wah, gak jujur nih... Ketika pulangnya, saya gak ada duit pas dan mau gak mau harus siap beradu mulut lagi nih dengan abang supirnya. Eh, bener kan... lagi-lagi abang supirnya ngembaliinnya kurang gopek. Saya tegur lagi dengan kalimat yang sama seperti hari kemarin. Akhirnya, abang supirnya nyerah, dia ngasih koin gopekan ke saya seraya menggerutu,"baru juga kemarin dituruninnya...". Sebenarnya sih saya ingin balas lagi tuh, tapi gak sempet terlafazkan di lidah. Hanya di hati saja bergumam,"ketika BBM naik kemarin, sontak tarif angkutan umum dinaikkan juga pada hari juga, padahal belum dapat instruksi dari pihak Organda. Tapi sekarang, ketika tarifnya resmi diturunin, kok gak langsung ngikutin ya???"

Pada hari ketiga, saya gak kemana-mana jadi belum tau udah ada perubahan secara kultural gak di tengah-tengah masyarakat. Pada hari keempat, hari ini, saya juga belum bisa memastikan apakah sudah terjadi perubahan atau tidak. Karena pada hari ini, kebetulan uang saya recehan semua dan cukup untuk ongkos bolak-balik. Sampai kapankah kebohongan ini tetap berada di tengah-tengah masyarakat??? Supir angkotnya gak jujur, tapi kok kebanyakan masyarakat diam saja, tidak berusaha menegakkan kebenaran tersebut. Ya, setidaknya menuntut apa yang menjadi haknya seperti yang saya lakukan.

Sebenarnya, selain masalah tarif angkutan umum, yang sedang hangat-hangatnya di benak saya, masih ada masalah lain yang pernah jadi topik perdebatan saya ketika di angkutan umum, misalnya rokok. Tapi waktu itu, aktor utamanya bukan abang sopirnya melainkan seorang penumpang sedangkan abang supirnya cuma sebagai figuran.

baca selengkapnya...