Friday, January 4, 2008

[Part I]Matinya Hercules dan Xena

Sebuah cerpen Maroeli Simbolon

Negeri di Awan, tak berwaktu. Dewa-dewi sedang mengadakan rapat penting dengan agenda utama: ”kekuasaan dewa-dewi terancam, sedang menuju kematian, akibat pengaruh negatif suatu negeri”. Entah negeri apa. Saking pelik persoalan mahapenting ini, mereka sampai tak mencatat nama negeri itu. Cuma wajah mereka berkerut-merut, bahkan ada yang sekujur tubuhnya ikut mengerut. Betapa mereka dililit persoalan yang luar biasa sulit.

Suasana sepi. Angin pun tak berani mengganggu keseriusan mereka. Persoalan ini sangat mendesak diselesaikan. Jika tidak, keberadaan dewa-dewi di ambang kehancuran total. Tetapi, apa yang terjadi? Sudah tujuh belas tahun mereka memikirkannya, otak mereka tak kunjung menemukan kunci penyelesaiannya. Entah kenapa. Apakah kekuatan mereka selaku dewa-dewi juga mulai terpengaruh oleh negeri itu?

”Apa yang harus kita lakukan menghalau pengaruh buruk negeri itu? Tidak adakah dari kita yang mampu memberi masukan?” tanya dewa yang berpakaian cahaya keemasan.

Dewa-dewi lainnya tetap merenung dan berpikir.

”Ah. Percuma saja kita dewa…” rutuknya. Lalu, ia mondar-mandir dengan tubuh semakin berkerut. ”Kerja kita cuma tahu memuji yang baik dan mengutuk yang jelek.”

Mendengar itu, secara tak sadar mereka mengakui, kekuasaan mereka tak mampu meredam pengaruh buruk negeri yang mengancam harmoni mereka. Untuk menghadapi negeri yang mereka sebut tak mengenal kasih sayang itu, sepertinya mereka tak berdaya. Haruskah mereka menjadi badut yang tak lucu, atau menjadi katak bodoh?

”Persoalan ini harus segera diselesaikan. Jika tidak, tinggal menghitung waktu, kita akan habis,” tanggap dewi yang berpakaian cahaya ungu keemasan. ”Coba rasakan pengaruh busuk dan tamak negeri itu sangat kuat menyusupi kita. Ini sangat berbahaya bagi kelangsungan kita. Ini tak boleh kita biarkan.”

Semua dewa-dewi mengangguk, tetapi tubuh semakin mengkerut.

”Betul. Saya kira, kita semua setuju pendapat itu. Masalah krusialnya, apa dan bagaimana menyelesaikannya,” tanggap dewi berpakaian cahaya keperakan sambil meluncur.

Dewa-dewi lainnya kembali merenung, membisu. Bahkan, ada yang semakin mengkerut di balik gugusan awan. Suasana semakin sepi sepisau nyeri.

Dan tiba-tiba, di tengah kebisuan yang mencekam itu, salah satu dewa cebol berpakaian cahaya pelangi teriak, ”Aku ada akal!”

Serta-merta suaranya yang keras cempreng itu mengagetkan dewa-dewi lainnya. Maka, sorot mata tertuju tepat ke arahnya, menanti tak sabar. Tetapi, dewa cebol berpakaian cahaya pelangi malah menunggu respons dari teman-temannya. ”Bagaimana?”

Dewa-dewi lainnya menjadi kesal bercampur geli. ”Bagaimana apanya?” dewi berpakaian cahaya kebiruan balik bertanya sambil menggeram ”Ya, kalian setuju usulku?”

”Setuju gimana? Kamu belum menyebutkan isi usulmu…”

Dewa cebol berpakaian cahaya pelangi tertawa sambil menggaruk-garuk kepalanya yang agak pitak. ”O, iya, ya,” ujarnya menyadari kesalahannya. ”Maksudku begini,” lanjutnya seraya menggelinding ke depan, ”Gimana jika kita tugaskan Hercules dan Xena untuk menyelesaikan masalah ini?!”

Petir menggelegar. Seketika dewa-dewi terkesima. Cukup lama terdiam, saling tatap. Hingga kemudian, pelahan-lahan satu per satu wajah mereka memancarkan cahaya.

”Usul menarik,” tanggap dewa berpakaian cahaya pelangi keemasan. ”Tak ada salahnya jika kita coba. Kita tugaskan Hercules dan Xena turun ke bumi untuk memberantas penyakit negeri itu. Ternyata, begitu gampang menyelesaikannya.”

”Betul,” seru dewa-dewi lainnya, nyaris serempak.

”Betul. Itu tugas gampang bagi Hercules dan Xena. Harus segera dilaksanakan.”

”Mengapa selama ini kita tak berpikir cerdas, ya?” gerutu dewa berpakaian cahaya hijau keperakan sambil menepuk-nepuk keningnya yang menonjol. ”Hampir delapan tahun kita habiskan sia-sia untuk membahas ini. Ah, memalukan.”

Dewa-dewi lainnya tersipu-sipu, dan akhirnya tertawa geli — menyadari ketololan.

”Kalau begitu, biar saya panggilkan Hercules dan Xena,” ujar dewa cebol berpakaian cahaya pelangi. Dan bersiap menggelinding menembus awan.

”Tunggu dulu!” teriak dewa berpakaian cahaya kuning keperakan, yang sedari tadi berdiam diri dengan bergelantungan di atas.

Maka, seketika dewa cebol berpakaian cahaya pelangi berhenti. Dewa-dewi lainnya spontan menoleh.

”Sebelum Hercules dan Xena dipanggil untuk misi mahapenting ini, aku cuma ingin menanyakan sesuatu...” lanjutnya seraya memperhatikan dewa-dewi lainnya.

”Begini. Pada prinsipnya aku setuju. Tetapi, perlu kita pikirkan bersama-sama, bagaimana jika Hercules dan Xena gagal?”

Dewa-dewi lainnya terperangah: Aaaaaaaakkhhh! Lalu, tertawa: wweeeeeerrrrr…

”Apakah kalian tidak memikirkan hal terburuk?”

Dewa-dewi mangut-mangut, lalu kasak-kusuk. ”Hercules sendiri saja pasti berhasil menyelesaikannya, apalagi dibantu Xena. Nah, mana mungkin Hercules dan Xena gagal...” teriak dewa-dewi hampir bersamaan diiringi tawa menggelegar: wweeeeerrrrrrrr... Lalu, mereka berputar-putar di udara. Suasana menjadi bising: zzzzuuuuuuiiiiiiiiiiiiiiinnnnngggggg…

Di tengah kebisingan itu, dewa cebol berpakaian cahaya pelangi bicara keras, ”Jelas, itu tak perlu kita bahas. Saat ini, kita cuma butuh cara cepat dan akurat menuntaskan penyakit kronis yang melanda negeri itu sebelum pengaruhnya menghancurkan kita!”

Mendengar penjelasan itu, dewa-dewi lainnya bersorak, dan kembali berputar-putar di udara: zzzzuuuiiiiiinnnggggggsssllleeeekkkk…

Dewa berpakaian cahaya kuning keperakan berjumplitan sambil bicara, ”Sudah kukatakan, aku setuju usul itu. Tetapi, tak kurang penting untuk kita pikirkan, gimana bila tugas itu mengalami kegagalan.”

”Adakah yang meragukan Hercules dan Xena?”

”O, tidak. Sungguh, tak ada yang meragukan kekuatan mereka. Setiap tugas selalu mereka selesaikan dengan hasil yang luar biasa.”

”Nah, apa lagi?” tegas dewa cebol.berpakaian cahaya pelangi. ”Lebih cepat mereka bertindak, tentu lebih baik.”

”Silakan,” ucap dewa berpakaian kuning keperakan sambil tersenyum. ”Tetapi, apa yang harus kita lakukan, jika mereka gagal?”

Dewa cebol berpakaian cahaya pelangi menggeram. ”Jika tidak kita coba, apa kita tahu mereka gagal?” tantangnya. ”Harus kita mulai!”

”Maksudku, gimana bila Hercules dan Xena tewas?” desak dewa berpakaian cahaya kuning keperakan.

Mendadak kebisuan menyergap. Dewa-dewi termangu. Dewa cebol berpakaian cahaya pelangi bertopang dagu.

”Maaf. Ini perlu juga kita pikirkan. Siapa yang bertanggung jawab bila misi Hercules dan Xena gagal?”


Suasana semakin bisu menjadi batu. Dewa-dewi tertunduk. Dan selendang kesunyian ini cukup lama menyelimuti mulut dewa-dewi. Bahkan angin sepertinya berhenti bertiup. Hingga kemudian, entah bagaimana, Hercules dan Xena telah muncul di tengah-tengah mereka, memperhatikan mereka satu per satu. Sebaliknya dewa-dewi merenung.....(bersambung)

Bagaimanakah reaksi Hercules dan Xena terhadap kejadian ini?

NO COMMENTS YET: